Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyebut pemerintah fokus pada tenaga kerja informal di antaranya supir taksi dan ojol online. Ini disampaikan pada Hari Buruh.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri menghadiri Forum Dialog Lintas Komunitas Pengemudi Indonesia di Tanjung Priok dan Konfederasi Serikat Pekerja BUMN di Jakarta, Senin (1/1). 5).
Dia mengungkapkan fokus pemerintah pada pekerja informasi, termasuk pengemudi taksi dan ojek atau ojol online. Tiga di antaranya adalah:
Tidak ada kejelasan status hubungan kerja, jam kerja, gaji
Indah tak banyak berkomentar soal kejelasan status hubungan kerja para pekerja informal.
“Setelah kami mendengar masukan dari para pekerja informal, tentu ini akan terus menjadi fokus utama kami. Ke depan akan kami tata ulang aturannya,” kata Indah seperti dikutip Antara, Senin (1/5).
Sementara itu, para pengemudi ojek atau ojol online beberapa kali menggelar aksi demo terkait hal tersebut. Status mereka bermitra dengan aplikator seperti Gojek, Grab, Maxim dan inDrive.
UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengatur hubungan kerja dalam bentuk pasangan suami istri. Akibatnya, perlindungan dan kesejahteraan mitra pengemudi tidak diatur dalam undang-undang ini.
Penghasilan pengemudi taksi dan ojek online atau ojol di Indonesia dihitung berdasarkan jarak tempuh dan insentif dari perusahaan. Tarif per kilometer dikendalikan oleh Kementerian Perhubungan.
Mantan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setyadi pernah mengatakan wacana perubahan status ojek dan ojek online dari mitra menjadi karyawan sempat dibahas. Rencana ini muncul saat Gojek dan Grab merekrut banyak mitra.
Kementerian juga membahas potensi perubahan status saat menyusun aturan tentang taksi online pada 2017. Aturan tersebut kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Belakangan, hal ini kembali dibahas saat Kementerian Perhubungan merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018. “Saat itu sedang dibahas. Merekrut (menggerakkan mitra) seperti menarik karyawan. Sudah dibicarakan, tapi belum bisa dilakukan,” katanya kepada Katadata.co.id, pada September 2019.
Aplikator seperti Gojek dan Grab bukan sekadar perusahaan transportasi. Kedua startup dengan valuasi lebih dari US$10 miliar ini merupakan penyedia layanan on-demand. Dengan demikian, bisnis mereka berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sementara itu, mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan status pengemudi taksi online atau ojek bergantung pada ekosistem layanan. “Tergantung model bisnis yang ingin digunakan dan ekosistemnya,” ujarnya di Jakarta, September 2019.
Di Indonesia, Gojek dan Grab merupakan pengembang aplikasi super (superapp). Alhasil, layanan tersebut tidak hanya ride sharing, tetapi juga logistik, food delivery, fintech hingga konten digital.
Oleh karena itu, kedua decacorn tersebut disebut sebagai perusahaan aplikasi, bukan transportasi. Pengemudi juga disebut mitra, bukan karyawan.
Meski begitu, potensi pengemudi ojek dan ojek online alias ojol menjadi pegawai akan dibahas dalam revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Kementerian Ketenagakerjaan Dapatkan Pekerjaan BPJS terkait Ojol
Indah tak banyak berkomentar soal potensi para pengemudi taksi dan ojek online alias ojol menjadi karyawan. Tapi dia fokus pada perlindungan.
Kementerian Ketenagakerjaan akan berkomunikasi dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk segera mencari solusi konkrit terkait perlindungan pekerja informal termasuk pengemudi taksi dan ojek online alias ojol.
Menurutnya, pengemudi ojek dan ojek online alias ojol sangat penting untuk segera mendapatkan perlindungan sosial yang memadai dari berbagai risiko kecelakaan kerja dan akibatnya.
Dengan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, banyak manfaat yang didapat dari program jaminan sosial ini, baik perlindungan bagi pengemudi taksi online maupun ojek alias ojol dan keluarga.
Melalui momentum Hari Buruh Internasional atau May Day, beliau mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk:
Memperluas kesempatan kerja Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan pekerja Melindungi hak-hak pekerja dan pekerja Meningkatkan produktivitas dan daya saing negara
Terpisah, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menilai hubungan industrial yang harmonis berdampak positif terhadap peningkatan penciptaan lapangan kerja.
“Mari jaga hubungan industrial tripartit yang harmonis, melibatkan pekerja, pengusaha dan pemerintah dengan lebih baik lagi,” ujarnya.