Pendanaan untuk startup Indonesia turun 41% quarter-on-quarter/qtq) dan 55% year-on-year (yy/yoy) di kuartal pertama. Nilainya ditaksir mencapai US$ 432,64 juta atau sekitar Rp 6,36 triliun (kurs Rp 14.711 per US$ pada 27 April).
Angka tersebut berasal dari total pembiayaan untuk perusahaan baru di Asia Tenggara menurut laporan SE Asia Deal Review: Q1 2023 US$2,08 miliar pada kuartal pertama. Pangsa Indonesia adalah 20,8% atau US$ 432,64 juta.
Pendanaan untuk startup Asia Tenggara pada kuartal pertama juga turun 25% qtq dan 52% yoy. “Hasilnya sama dengan kuartal II 2020, ketika pembatasan sosial dan perjalanan akibat Covid-19 menghambat transaksi pembiayaan,” ujarnya seperti dikutip DealStreetAsia, Kamis (27/4).
Ada 195 perjanjian pendanaan untuk startup pada Januari – Maret. Angka itu turun 37% yoy.
Singapura memimpin dengan 103 penawaran. Namun nilainya turun 49% qtq dan 63% yoy. Penurunannya lebih tinggi dari Indonesia.
Partner Openspace Ventures Jessica Huang Pouleur mengatakan startup Indonesia mendapatkan pendanaan terbanyak di Asia Tenggara pada tahun 2020 dan 2021. “Sebagian besar investasi ini didorong oleh cross-funding, yang ditarik dari cerita makro-demografis Indonesia yang sangat menarik,” katanya.
“Tapi ‘turis’ sudah pergi,” tambah Pouleur. Sementara itu, “perusahaan dengan putaran pendanaan yang dianggap terlalu tinggi tidak tumbuh dari segi valuasi.”
Co-Founder dan Managing Partner Alpha JWC Ventures Jeffrey Joe mencatat bahwa telah terjadi koreksi pasar dalam hal valuasi sejak tahun lalu. “Koreksi ini masih perlu dilihat,” katanya.
Joe menambahkan bahwa lanskap investasi yang berubah adalah perkembangan yang disambut baik, karena akan meningkatkan keberlanjutan di antara para pemula.
Salah satu pendiri dan mitra pengelola firma modal ventura TNB Aura yang berfokus di Asia Tenggara, Charles Wong melihat penurunan nilai pendanaan untuk startup sebagai cerminan dari standar yang lebih tinggi di mata investor.
“Ada ‘transfer nilai’ yang tidak berkelanjutan selama bertahun-tahun dari satu pemangku kepentingan ke pemangku kepentingan berikutnya, melalui diskon dan promosi berlebihan,” kata Charles Wong.
“Jika sebuah perusahaan tidak menghasilkan langkah perubahan dalam hal nilai ekosistem, maka mereka tidak memiliki hak untuk mengambil nilai apapun,” tambahnya.
Partner InnoVen Capital SEA Paul Ong mengatakan perusahaannya tidak meminta startup untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu tiga atau lima bulan. Namun, “dapat tumbuh secara berkelanjutan,” ujarnya pada Indonesia PE-VC Summit yang digelar DealStreetAsia di Hotel Langham, Jakarta, pada Januari (12/1).
Investor juga memantau bagaimana startup fokus pada model bisnis. Selain itu, mereka ingin para pendiri startup memahami operasi perusahaan dan segmen pasar yang dituju.
CEO MDI Ventures Donald Wihardja mengatakan startup harus fokus pada core business dan business plan mereka. Ia juga mengkaji bagaimana para pendiri startup mengatasi tantangan kekurangan dana.
Menurutnya, jika perusahaan dan kompetitor tidak lagi mendapat pendanaan, maka startup harus menarik lebih banyak pasar.
Kalau mendapatkan pembiayaan, “harus fokus ke layanan untuk mengembangkan bisnis,” ujarnya.
Ia menyampaikan, perusahaan tertarik dengan startup yang profitable dengan track record yang panjang. Dalam konteks startup, landasan mengacu pada berapa lama perusahaan dapat bertahan di pasar, jika pendapatan dan pengeluaran konstan.
“Kalau tidak punya, minimal harus menunjukkan gross income gain yang positif,” ujarnya. Artinya, hal-hal yang bisa dilakukan untuk mendapatkan keuntungan.