Startup Waste4Change telah menambahkan teknologi pengelolaan limbah setelah mendapatkan pendanaan seri A sebesar Rp 76,9 miliar dari AC Ventures, Barito Mitra Investama, dan investor lainnya pada tahun lalu.
Waste4Change juga meresmikan Rumah Pemulihan Material (RPM) Waste4Change Bekasi 2.0, beserta teknologi pengelolaan sampah.
Inovasi teknologi dan RPM 2.0 menghabiskan anggaran sekitar Rp 10 miliar. “Termasuk penambahan fungsi gedung, pemutakhiran digitalisasi data, dan lain-lain,” ujar CEO & Founder Waste4Change Mohamad Bijaksana Junerosano kepada Katadata.co.id, Rabu (8/3).
Dengan inovasi teknologi ini, RPM 2.0 diprediksi mampu mengurangi sampah dari 65% menjadi 10%. Kapasitas pengelolaan sampah RPM Bekasi Waste4Change juga meningkat dari 18 ton menjadi 22 ton per hari.
Teknologi pemilahan sampah terbaru di RPM Waste4Change diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan kualitas pengelolaan sampah oleh Waste4Change. Berikut daftar mesin pemilah sampah otomatis yang dimiliki startup Waste4Vhange:
Conveyor : memindahkan material agar mudah dipisahkan (anorganik dan sampah : benda keras dan berserat) Gibrig : memisahkan material daun plastik dan pulp organik (untuk BSF) Centris : daun plastik dari Gibrig masuk ke Centris berfungsi sebagai pengering (ada 2 keluaran plastik kering ) dan sisa bahan organik masih menempel) Blower : menghisap keluaran bahan plastik dari centrifuge ke stage Pencacah plastik : memotong plastik dari stage untuk membuat bulu halus.
“Pendanaan di sektor pengelolaan sampah akan berdampak besar pada keberlanjutan,” katanya.
Menurutnya, pengelolaan sampah merupakan kebutuhan dasar, sehingga akan ada kebutuhan yang tetap meskipun kondisi ekonomi dan sosial berubah.
Selain itu, banyak inovasi yang bisa dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan kontribusi dari pemangku kepentingan lainnya untuk turut serta menyediakan ekosistem persampahan Indonesia yang dapat menerima investasi hijau.
Pengelolaan sampah masuk dalam daftar prioritas investasi hijau yang ditetapkan Kementerian Keuangan. Dengan tujuan penerapan pembiayaan campuran yang menyasar pembangunan infrastruktur pada sektor yang memiliki multiplier effect terbesar, diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup dan pemanfaatan teknologi hijau.
Namun, sekitar 40% – 50% pembangunan TPST dan TPS3R tidak terawat dan sanitary landfill berubah menjadi tempat pembuangan sampah karena skema pembiayaan yang tidak berkelanjutan.
Oleh karena itu, diperlukan reformasi retribusi sampah yang memungkinkan investasi berkelanjutan serta regulasi yang memastikan investasi infrastruktur pengelolaan sampah lebih optimal.
“Menangani masalah sampah membutuhkan kerjasama dan kontribusi semua pihak,” kata Mohamad saat peresmian RPM Waste4Change Bekasi 2.0, Rabu (8/3).
“Stakeholder adalah bagian dari solusi untuk bekerja sama menangani sampah dari hulu ke hilir, sehingga kita perlu membuka seluas-luasnya investasi hijau dengan mereformasi sektor sampah ini di Indonesia,” imbuhnya.
Investasi hijau di sektor pengelolaan sampah bertujuan untuk menangani sampah melalui perbaikan infrastruktur atau fasilitas dan pengalihan sumber daya. Selain itu, mewujudkan penerapan ekonomi sirkular yang fokus pada pengurangan timbulan sampah sejak awal.
Berdasarkan survei Global Sustainable Investment Alliance (GSIA) 2021, aset investasi hijau di negara berkembang berpotensi tumbuh hingga US$ 30,7 triliun. Ini membutuhkan total investasi modal sebesar US$18 miliar dalam teknologi dan US$22 miliar dalam layanan antara tahun 2017 dan 2040.
Investasi ini diperlukan untuk mengatasi tantangan mengubah praktik bisnis seperti biasa menuju Skenario Perubahan Sistem pengelolaan limbah dan daur ulang yang efektif berdasarkan laporan NPAP.
Menurut data Systemiq dan Delterra 2022, 97% pembiayaan sampah di Indonesia masih mengandalkan pungutan door to door fee. Negara-negara yang lebih maju telah meninggalkan metode ini dan beralih ke pembayaran limbah karena pajak dan biaya sampah termasuk dalam tagihan utilitas.
“Bahkan distribusi fasilitas bukan lagi masalah utama, tapi bagaimana memastikan fasilitas pengelolaan sampah berjalan optimal,” kata Mohamad.
Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir mengatakan, sejak didirikan pada 2014, Waste4Change telah berhasil mendobrak sektor pengelolaan sampah yang bertanggung jawab di Indonesia.
“Waste4Change juga berada pada momentum yang tepat, sejalan dengan target pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu negara dengan tingkat ekonomi tertinggi,” ujarnya.
Deputi Direktur Bidang Perencanaan Investasi Perencanaan Infrastruktur, Moris Nuaimi mengatakan, Kementerian Investasi masih mematangkan regulasi terkait investasi persampahan dan perlu pertimbangan matang.
Namun, “kami melihat peluang investasi hijau dan kemauan penerima untuk melaksanakan amanah telah terbentuk dengan baik,” ujarnya.
Selain itu, inisiatif dan upaya mandiri dari pihak swasta dapat memperkuat sumber pendanaan dari berbagai aliran. Apalagi, “Pemda dan investor siap memfasilitasi,” katanya.