Startup dari India, Amerika Serikat (AS) hingga China mendapat tekanan akibat ambruknya SVB atau Silicon Valley Bank. Bagaimana dengan startup Indonesia?
Katadata.co.id membenarkan dampak jatuhnya Silicon Valley Bank terhadap beberapa modal ventura (VC). Tapi mereka masih belajar.
Sementara itu, co-founder Golden Gate Ventures Vinnie Lauria mengatakan beberapa venture capital di Asia, termasuk perusahaannya, menempatkan dananya di Silicon Valley Bank. Namun, Golden Gate Ventures menempatkan kurang dari 1% dari dananya di bank yang ambruk itu.
“Biasanya, modal ventura memiliki dana minimal di rekening bank. Kami lebih memilih menjalankannya dengan berinvestasi, atau menyerahkannya kepada limited private partner (LP),” tulis Lauria dalam postingan di LinkedIn akhir pekan lalu (11/3).
“Startup dan siapa pun di Asia harus siap menghadapi dampak finansial yang lebih besar,” tambahnya.
Namun dia tetap merekomendasikan agar para pendiri startup di Asia memberi tahu investornya apakah perusahaannya rentan atau tidak. “Kemudian mengukur sentimen pasar mereka untuk mengumpulkan dana di masa depan,” ujarnya.
Yinglan Tan, mitra pengelola pendiri di Insignia Ventures Partners, berpikir runtuhnya Silicon Valley Bank akan meningkatkan momentum akuisisi dan memengaruhi daya beli atau investasi perusahaan dan penyedia dana tertentu.
“Mengingat daya tarik global startup Asia Tenggara, penggalangan dana tahap pertumbuhan, penjualan sekunder, akuisisi akan terpengaruh tergantung siapa yang terikat dengan bank yang ambruk itu,” katanya seperti dikutip Tech In Asia, Selasa (14/3).
Namun menurutnya, situasi tersebut dapat memberi Singapura peluang untuk menjadi ‘surga’ yang lebih kuat bagi pemilik modal dan bakat yang berfokus pada startup di tahun-tahun mendatang.
Partner di Quest Ventures Jeffrey Seah memperkirakan bahwa sejumlah dana akan ditransfer ke lembaga perbankan yang lebih andal dan bermodal besar, seperti di Singapura.
“Bagi beberapa start-up, ini bisa menjadi percepatan perjalanan yang positif dari kematangan bisnis dan mengadopsi pemikiran mainstream dalam manajemen keuangan,” katanya. “Itu tidak bisa datang lebih cepat untuk beberapa orang.”
Managing partner Beenext Capital, Hero Choudhary, mengatakan runtuhnya Silicon Valley Bank adalah pelajaran penting bagi para pemula, termasuk yang berasal dari Asia Tenggara.
“Menempatkan dana di bank-bank besar dan memahami risiko yang terkait dengan pihak lain, termasuk mitra perbankan, vendor, pemasok, pelanggan, dan lainnya,” katanya.
Startup financial technology (fintech) seperti Endowus, Stashaway, dan Xendit di Indonesia mengeluarkan pernyataan melalui email kepada nasabah tentang dampak kolapsnya Silicon Valley Bank.
“Mereka meyakinkan pelanggan bahwa dana aman dan tidak disimpan di rekening Silicon Valley Bank,” kata DealStreetAsia seperti dikutip.
Namun, Y Combinator, yang kabarnya menaruh seluruh dananya di Silicon Valley Bank, terkena imbasnya. Y Combinator berinvestasi di beberapa startup di Indonesia, seperti Ajaib, Pina, dan Lumina.
Sepertiga dari startup di komunitas Y Combinator dilaporkan telah terpengaruh. Presiden dan CEO Y Combinator Garry Tan mengatakan ada sekitar 3.000 startup yang didukung yang memiliki ikatan dengan Silicon Valley Bank.
Sedangkan hasil survei Y Combinator adalah sebagai berikut:
Hampir 400 mengatakan mereka terpapar
“Seluruh komunitas startup sedang berada di ujung tanduk sekarang,” ujar Tan seperti dikutip CNBC International, Senin (14/3).