Penjualan ponsel atau telepon seluler di Indonesia turun 14,3% secara tahunan (year-on-year/yoy) tahun lalu menjadi 35 juta unit. POCO juga fokus mengikuti tren permintaan konsumen.
“POCO sejak awal sangat spesifik terhadap targetnya,” kata Marketing Head POCO Indonesia Andi Renreng pada konferensi pers launching POCO X5 5G di Jakarta, Selasa (21/2). “Kami memperkuat di sana. Kami memberikan kinerja yang ekstrim.”
“Saya yakin penjualan HP kita tidak akan turun,” imbuhnya. “Banyak pilihan dengan spesifikasi berbeda.”
Andi mengatakan POCO akan memberikan produk dengan performa lebih. “Kami ingin memberikan kualitas dari segi produk. Target kami bukan hanya semangat permainan saja,” ujarnya.
Penurunan penjualan ponsel di Indonesia merupakan yang pertama kali dalam 13 tahun atau sejak 2009. Berdasarkan data Quarterly Mobile Phone Tracker (IDC) International Data Corporation, ada beberapa faktor penyebabnya, yaitu:
Kemacetan rantai pasok menjadi faktor dominan Inflasi yang berdampak besar pada daya beli konsumen, terutama bagi kelompok menengah ke bawah yang memprioritaskan pemenuhan kebutuhan utamanya Peningkatan pengeluaran pada aspek lain seperti transportasi, sejalan dengan imbal hasil masyarakat untuk kegiatan pra-pandemi.
Rincian penjualan gadget di Indonesia berdasarkan harga adalah sebagai berikut:
Harganya di atas US$ 200 atau Rp. 3,1 juta, terhitung sekitar 74% dari seluruh pasar ponsel Indonesia. Turun 19,8% yoy Harga US$ 200 Harga di atas US$ 600 atau Rp 9,4 juta naik 36,9% yoy, dipimpin oleh Apple dan Samsung
“IDC memprediksi 2023 akan stabil. Skenario yang lebih positif dapat membuka kemungkinan pertumbuhan kecil satu digit (di bawah 10%) pada saat dunia sedang bergumul dengan inflasi, pergerakan nilai tukar, ketegangan geopolitik, dan kebijakan moneter,” kata Associate Markets Analyst di IDC Indonesia Vanessa Aurelia dalam siaran persnya, pekan lalu (16/2).
“Konsumen akan lebih berhati-hati dengan pengeluaran dan perusahaan smartphone juga akan lebih berhati-hati dalam menyusun strategi, sambil merestrukturisasi pendekatan mereka ke pasar,” tambahnya.
Produsen gadget segmen bawah diperkirakan akan mengalami tekanan akibat bergesernya belanja konsumen ke daerah lain. Sedangkan gadget segmen premium diprediksi akan lebih tangguh karena kecenderungan konsumen memiliki smartphone yang lebih awet dan memiliki spesifikasi yang lebih baik.
“Di sisi lain, vendor gadget juga fokus untuk memperluas portfolio luxury mereka,” ujarnya.